Rabu, 02 Januari 2019

Selama masih bisa melihat keindahan, Bersyukurlah!



Pikiranku terganggu dengan hal-hal yang membuat takut
Jiwaku tersengat dengan hal-hal yang membuat khawatir
Bisakah aku melihat keindahan dibalik itu semua?

Seperti:
Batin yang menyaksikan pohon tumbuh menjulang tinggi
Roh yang meraba lembutnya awan dilintasi cahaya putih
Jemari yang melukis gunung diselimuti kabut kesejukan
Hidung yang mencium aroma laut biru yang terlelap tenang

Semua gambaran itu pernah terlukai:
Pohon pun pernah mengalah untuk terpangkas hingga tak bernyawa
Awan putih seringkali tercoreng tinta hitam hingga lintasan putih bahkan tak mampu mengalahkannya
Gunung yang kulitnya terkikis hingga hanya tersisa panas atau dingin
Laut yang diganggu oleh beban yang tidak bisa ditanggungnya, hingga gemericik berisik pun tak terhindarkan

Dibalik itu semuanya akan kembali pada keindahannya
Ada kalanya kita bisa melihat keindahan tidak melalui mata fisik, tetapi dengan seluruh indera kepekaan
Seperti kehidupan,
Ketika seluruh indera kepekaan memiliki peran dalam setiap kejadian,
maka bahagia, hikmat, rahmat, kesabaran, ketenangan, rasa syukur akan menyatu untuk menghujani jiwa dan raga.




Lokasi foto: Parapat, Danau Toba (Medan, Indonesia)

Senin, 17 September 2018

Waktu yang Berharga

Waktu sudah menunjukan pukul 20.05 dan Laura masih harus lembur di kantor. Ini berarti sudah 12 jam lebih 5 menit ia berada di kantor. Ini belumlah seberapa. Beberapa kali, ia bahkan harus lembur sampai diatas pukul 24.00. Selain lembur pada hari biasa, kadang ia juga harus bekerja saat weekend. Ia merasa sangat lelah. Di sisi lain, ia belum mempunyai kekuatan untuk meninggalkan pekerjaannya. Pekerjaannya sebagai seorang desainer membuat Laura harus selalu siap jika diminta lembur. Pekerjaannya kadang menuntut dirinya sulit mendapatkan waktu luang. Banyak yang ia ingin lakukan. Seharian di rumah, hang out dengan teman-temannya, dan traveling. Bahkan beberapa kali ia sulit mendapatkan kesempatan untuk bisa ke gereja.

Laura akhirnya berdiri dan merenggangkan badannya dan tiba-tiba saja perutnya berbunyi. Ia sampai lupa makan karena begitu sibuknya. Tidak masalah jika ia pergi keluar sambil menghirup udara segar. Tetapi, ia merasa tidak memiliki waktu untuk melakukannya. Alhasil, ia memesan makanan supaya tetap bisa bekerja sambil menunggu pesanannya datang. Keadaan kantor sudah mulai sepi. Hanya ada ia dan Citra yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya.
“Ra, masih belum selesai juga?”
“Belum nih, Kak.”
“Sudah makan, Ra?”
“Belum, Kak. Tapi aku udah pesan makanan.”
“Ra, Jangan terlalu khawatir proyek kamu bisa berhasil atau tidak! Aku percaya kalau kamu sudah bekerja keras. Jangan terlalu perfeksionis! Akhirnya butuh waktu lebih lama kan untuk bisa selesai.” perkataan Citra yang terasa menusuk, tetapi Laura sangat menyetujuinya.
“Kalau gitu saya pulang dulu ya. Kamu hati-hati nanti pulangnya!”
“Iya, Kak. Kak Citra juga hati-hati ya pulangnya!” Citra pun meninggalkan Laura sendirian.
Laura begitu iri dengan seniornya itu. Bahkan dari awal bekerja pun, Citra tidak secemas Laura ketika menyelesaikan proyek, tetapi bisa lebih cepat selesai. Sisi perfeksionis seakan-akan telah mengambil jiwanya, membuat ia butuh waktu lebih lama untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Sejujurnya, ia lelah dengan dirinya sendiri. Tetapi tidak ada yang bisa dilakukannya karena ia hanya ingin memberikan yang terbaik bagi perusahaan dan kliennya. Laura sudah makan dan telah menyelesaikan pekerjaannya tepat pukul 00.15. Saatnya ia pulang. Ia merasa sangat lelah dan hanya bisa bersandar di dalam taksi. Meskipun telah menyelesaikan bagiannya, ia masih saja khawatir karena takut hasilnya tidak sesuai dengan harapan kliennya. Kekhawatiran itulah yang membuat dirinya lebih lelah. Sampai di apartemen pukul 01.20, ia memutuskan untuk mandi supaya tubuhnya lebih segar. Seandainya ia bisa punya waktu seminggu untuk mewujudkan daftar keinginannnya. Tapi baginya, itu mustahil.

Hari Sabtu. Laura merasa sangat lega karena tidak disuruh untuk bekerja. Saat yang tepat untuk bangun siang dan bermalas-malasan. Tidak ada niat untuk pergi keluar. Tiba-tiba, ia terpikir untuk pergi ke suatu tempat yang sangat dirindukannya, yaitu gereja. Tapi badannya begitu lelah untuk sekedar berdiri. Akhirnya, ia segera melempar rasa malasnya itu.

Ini adalah kesempatan yang baik dan aku tidak boleh menyia-nyiakan panggilan ini.
Ada kerinduan yang sangat dalam ketika memasuki gereja. Selama ini hanya ada kekosongan meskipun Laura mempunyai kesempatan untuk mengikuti misa. Ia berpikir tidak akan merasa kesepian dengan pekerjaan yang banyak dan kehadiran rekan kerjanya. Ia juga sangat merindukan keluarganya yang tinggal di Semarang. Rasanya, sulit sekali mendapatkan waktu untuk bisa bertemu mereka. Tanpa disangka, Laura menitikkan air matanya. Ini saatnya untuk menumpahkan semua kelelahannya. Kelelahan yang membuat hatinya tetap merasa kosong.

Tuhan, aku harus apa? Semuanya sangat menggiurkan bagiku. Aku merasa hidupku sudah terjamin dan sudah lebih baik. Aku pikir akan baik-baik saja. Tapi ternyata aku salah. Semuanya membuatku sangat lelah. Aku masih saja merasa kesepian. Aku harus apa? Batinnya yang ia keluarkan bersamaan dengan air matanya. Sulit baginya untuk bisa menemukan jawaban langsung dari Tuhan. Ampuni aku, Tuhan. Aku telah menyia-nyiakan banyak hal, terutama waktuku bersama-Mu. Selama tiga tahun ini aku tidak bahagia. Aku terlalu sombong karena merasa aku sendiri bisa melakukan semuanya. Aku sangat merindukan-Mu. Apakah Tuhan juga merindukanku? Aku sangat merindukan keluargaku. Ia menumpahkan semua kelelahan dan perasaan bersalahnya melalui tangisan yang semakin deras. Tidak ada lagi kata-kata dari dalam hatinya. Ia terhanyut dalam keheningan selama 2 jam sampai hati dan pikirannya menjadi tenang. Langkah kakinya menjadi lebih ringan ketika kembali ke apartemennya. Ketenangan tergambar jelas di wajahnya.

Dua minggu telah berlalu. Laura masih tetap sibuk sampai akhirnya berhasil dengan proyek yang selama ini dikerjakannya. Pastinya ia mendapat bonus dari hasil kerja kerasnya. Ia sangat bersyukur. Tapi sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap teguh pada pendiriannya. Setelah kembali ke ruangannya dan duduk di kursinya, ia mengambil amplop di dalam laci. Ia membuka amplop itu dan melihatnya dengan kekhawatiran.
Ya, aku akan melakukannya. Aku harus siap! Aku harus tetap teguh dengan pendirianku! Ia memotivasi dirinya sendiri untuk kuat melakukan apa yang sudah dipikirkannya selama dua minggu ini. Ia memutuskannya tidak sendirian, melainkan bersama Tuhan dengan berdoa. Baginya, ini saat yang tepat. Hatinya semakin mantap ketika melihat kertas di dalamnya yang bertuliskan:

SURAT PENGUNDURAN DIRI

Kamis, 09 Agustus 2018

LIPSTIK



Gloria, yang akrab disapa Glo adalah seorang guru di sebuah PAUD selama 4 tahun. Pekerjaanya di dunia usia anak dini sudah dimulai dari pekerjaan paruh waktunya sebagai asisten guru selama 2 tahun sejak pertengahan kuliah. Akhirnya Glo naik pangkat menjadi guru setahun setelah lulus kuliah hingga di usianya ke-25 tahun, yang artinya sudah 4 tahun. Inilah bidang pekerjaan yang telah menjadi passion di dalam diri Glo. Salah satu hal yang disukai Glo dari pekerjaannya adalah tidak mengharuskannya untuk berdandan, hanya saja wajahnya tetap perlu terlihat segar. Sebelum berangkat, Glo hanya memakai body lotion, pelembab wajah dan lip gloss agar bibirnya tidak terlihat kering. Kesehariannya begitu sederhana membuat Glo merasa tidak nyaman jika memakai make up yang menurutnya berlebihan. Ia bahkan bingung ketika melihat banyak wanita yang begitu nyaman dengan blush on dan/atau lipstik merah.

Di usianya kini, beberapa teman Glo sudah menikah. Dengan kebiasaannya memakai make up minimalis, Glo berdandan sederhana ketika menghadiri pesta pernikahan temannya. Baginya cukup memakai pelembab wajah, bedak, eyeliner, eyeshadow warna coklat, blush on dengan warna yang tidak terlalu merah atau pink, dan lip gloss andalannya. Dirinya enggan memakai maskara dan lipstik, apalagi lipstik matte dengan warna mencolok. Terlihat dari kebiasaannya, gerakan tangannya begitu kaku bahkan sampai harus menghapus dan memperbaikinya berkali-kali.

“Ma, Glo pergi ya.”
“Hati-hati ya, nak. Loh kamu dandannya cuma begitu?”
“Kan aku udah biasa begini, Ma.”
“Sebentar! Acaranya jam berapa mulai?”
“Hmm masih satu setengah jam lagi sih. Cuma aku udah janji sama Tere mau datang sebelum mulai.” mengingat jalan raya biasanya macet di hari Malam Minggu, Glo memutuskan berangkat lebih cepat.
“Sebentar, jangan pergi dulu!”
“Loh, tapi kan aku udah harus berangkat, Ma.”
“Enggak sampai 15 menit kok. Pokoknya kamu tunggu aja!” Glo tidak bisa mengabaikan perintah mamanya. Setelah 5 menit menunggu, Glo melihat mamanya keluar kamar membawa koper kecil berwarna perak, yang Glo tahu itu adalah alat make up.
“Yah, ma. Aku pergi aja deh. Jalanan macet nih.” Itu adalah alibi Glo supaya tidak dirias oleh mamanya.
“Duh, sabar dong sayang! Telat juga enggak apa-apa. Paling cuma telat 30 menit. Udah, pokoknya kamu duduk aja!” sang mama tidak mau kalah memaksa anaknya untuk duduk di sofa dan segera membuka kotak make up nya. Sesuai perkataannya, tidak membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk meriasnya. Dengan sedikit tambahan bedak, penambahan highlight di bagian tertentu, garis eyeliner yang lebih panjang dan lebih tebal sedikit, blush on pink dan lipstik merah. Semua itu membuat riasannya terlihat lebih jelas dibandingkan riasan Glo sebelumnya.
“Tuh kan jadi lebih cantik.” mamanya memuji kecantikan putrinya dan hasil riasannya sendiri dan membuat Glo sedikit tersenyum sekaligus bingung.
“Duh, kayaknya aku keliatan aneh deh.” Glo sebenarnya kurang percaya diri untuk menunjukkan kecantikannya memakai make up.
“Kamu jadi keliatan lebih cantik kok. Nih pakai kalung! Baju kamu tuh terlalu polos kalo enggak pake aksesoris.” Glo memang memakai gaun putih polos berlengan pendek dan panjangnya selutut. Jangankan make-up, bahkan Glo tidak mempunyai aksesoris, selain jam tangannya.

Glo merasa gelisah berkat riasannya nya. Bahkan sepanjang perjalanan Glo berharap agar riasannya luntur. Glo hanya berusaha mengontrol kekhawatirannya supaya tetap fokus menyetir. Sesampai di gedung resepsi, acaranya belum mulai karena ternyata diundur sekitar 30 menit. Glo masuk ke dalam untuk mencari Tere. Setelah melihat-lihat sekeliling, akhirnya Glo menemukannya,
“Hai!” Glo sambil melambaikan tangannya.
“Hai, Glo! Wah, gua hampir enggak kenalin lu. Lu beda banget.” kata Tere terpesona melihat penampilan Glo.
“Duh, gua aneh ya?” Glo tetap saja merasa khawatir.
“Duh, apanya yang aneh? Enggak sama sekali kok. Justru lu cantik banget. Jarang banget liat lu dandan begini. Sering-sering aja deh lu dandan begini.”

Glo dan Tere adalah sahabat semenjak kuliah. Temannya yang menikah, yaitu Christy dan Louise yang juga merupakan teman dari semasa kuliah.
“Mereka udah nikah aja ya. Lu inget nggak waktu semester satu, mereka kayak enggak peduli satu sama lain. Terus akhirnya mereka saling naksir. Tapi sama-sama enggak berani jujur, sampai akhirnya mereka baru pacaran pas udah mau semester akhir.” kata Glo ketika melihat kedua pengantin yang baru saja memasuki gedung resepsi.
“Hmm iya ya. Dulu gua gregetan banget sama mereka. Pas jadian, mereka serasi banget.” Tere pun bertanya ke Glo, “Nah, lu sendiri kapan nih? Masa sampe sekarang enggak punya pacar?”
“Lah, kenapa tiba-tiba nanyain gua? Lu sendiri udah punya pacar tapi ke nikahan tetap sendirian.” ledek Glo. Tere sendiri sudah mempunyai pacar mulai usia 20 tahun, yang berarti saat ini sudah 5 tahun pacaran. Pacarnya yaitu Gilang, usianya 2 tahun lebih tua dari Tere. Gilang dan Tere sudah saling mengenal semenjak SMP dan mulai dekat lagi ketika mereka kuliah di kampus yang berbeda. Gilang tidak bisa ikut hadir di pernikahan Louise dan Christy karena ada urusan pekerjaan di Surabaya.

“Ngomong-ngomong kabar si Alex gimana?” pertanyaan Tere yang membuat Glo kaget, tetapi Glo berusaha menyembunyikannya.
“Kenapa tiba-tiba lu nanyain dia? Lagian mana gua tau.”
Alex dan Glorie sama-sama mahasiswa di kampusnya dengan beda jurusan dan mereka saling mengenal karena sebuah ketidaksengajaan. Setelah lulus, mereka sudah tidak saling berhubungan selama tiga tahun. Setelah Tere menyebut nama Alex, perasaan aneh kembali muncul di benak Glo.

Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00. Pesta sudah hampir selesai.
“Lou, Chris, sekali lagi selamat ya! Gua senang banget liat kalian akhirnya bersatu. Kalian yang akur ya! Tetap keep contact sama kita!” kata Glo setelah mereka berempat berfoto bersama.
“Sekali lagi thanks ya, Glo, Ter! Kita berdua bisa sampai tahap ini juga berkat kalian. Semoga kalian bisa segera menyusul ya.” kata Christy.
“Terutama lu, Glo. Jangan terlalu pilih-pilih lah! Biar kapan-kapan kita triple date.” ucapan Louise membuat mereka berempat tertawa.
“Kita pulang dulu ya kalo gitu. Selamat menikmati malam ini!” Tere berpamitan kepada pasangan pengantin itu dan bersama Glo menuju basement.
“Glo, hati-hati ya! Kalau ada apa-apa kabarin gua! Kalau udah sampai rumah juga kabarin gua!”
“Iya, Ibu! Masih rewel aja lu dari dulu. Lu juga ya kabarin gua nanti. Bye!”
“Bye!”

Glo dan Tere akhirnya pulang dengan mengendarai mobilnya masing-masing. Setelah beberapa ratus meter keluar dari basement, perasaan aneh mulai muncul lagi di benak Glo setelah kejadian Tere menyebutkan nama Alex. Perasaan menyesal karena tidak punya banyak waktu dengan Alex, sekaligus rindu karena sudah lama tidak bertemu. Glo tidak pernah menganggap hubungan mereka berdua sebagai pendekatan, karena ia lebih suka menyebutnya dengan “pertemanan yang istimewa”.
Sekitar 5 km menuju ke rumahnya, Glo merasa mesin mobilnya aneh. Glo segera menepi karena takut terjadi sesuatu. Untungnya, Glo bisa menepikan mobilnya di pinggir jalan kawasan pertokoan yang tidak sepi. Setelah mematikan mesin mobilnya dan menyalakan starter mobilnya kembali, mesinnya tidak mau menyala.
“Yah, kenapa nih mobil harus tiba-tiba mati sih?” Glo menjadi geram dengan kondisi mendadak itu. Glo segera keluar dari mobil untuk mencari bantuan. Setelah melihat-lihat sekitar, seorang satpam menghampirinya.
“Maaf, ada yang bisa saya bantu, Mbak?”
“Oh iya Pak, maaf saya terpaksa harus parkir di sini. Soalnya mobil saya tiba-tiba mesinnya mati. Kira-kira di dekat sini ada bengkel enggak, Pak?”
“Permisi, ada apa ya? Mungkin ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang pria yang kebetulan melihat kejadian yang dialami Glo.
“ALEX?” Glo kaget setelah melihat siapa pria tersebut.
“Loh, Ternyata Gloria. Pak, ini teman saya. Biar saya saja yang bantu.”
“Baik Mas kalau gitu.”
“Hai Glo, ada masalah sama mobilnya?”
“eeee iya nih tadi bunyi mesinnya aneh gitu hmm gua matiin mesinnya, terus pas gua nyalain lagi tiba-tiba enggak bisa nyala.” Glo agak terbata-bata karena tidak menyangka bertemu Alex secara tidak sengaja.
“Gua lihat dulu ya kalo gitu. Siapa tau gua bisa bantu.” Glo merasa aneh karena Alex bersikap biasa saja.
Ma, mobil aku ada masalah nih di tengah jalan. Sekarang lagi coba dicheck sih sama temen aku. Mungkin mobilnya terpaksa nginep di bengkel. Aku pulangnya telat ya. Glo segera mengirim pesan ke mamanya ketika Alex sedang mengambil peralatan di mobilnya.
“Hmm setelah gua lihat sih mobil lu tetap perlu dibawa ke bengkel. Gua barusan cuma mencegah supaya enggak ada gesekan di mesin yang bikin mobil lu kebakaran. Selanjutnya biar bengkel yang tanganin lebih lanjut.” kata Alex yang sudah mengutak-atik mesin mobil Glo selama hampir 30 menit.
“Gua anterin lu pulang aja ya kalo gitu.”
“Nggak usah, Lex. Gua pulang naik taksi aja.”
“Santai aja! Gua juga kebetulan udah selesai urusan di sini kok.” Glo tidak bisa menolak tawaran Alex karena sebenarnya Glo sangat senang bertemu dengannya. Mereka berdua pun naik ke mobil Alex setelah mobil Glo diderek.

“Lu apa kabar? Sekarang sibuk apa?”
“Gua baik-baik aja. Hmm sekarang gua ngajar di PAUD gitu sih, terus masih suka ikut seminar atau workshop gitu. Lu sendiri gimana?”
“Kalo gua kerja di bagian operasional bengkel gitu sih. Tadi itu mobil lu dibawa ke bengkel tempat gua kerja.”
Glo tidak menjawab apa-apa dan berusaha menyembunyikan ekspresi gugupnya di samping Alex.
“Abis dari mana? Lu cantik. Gua enggak pernah lihat lu dandan” pujian Alex membuat Glo bertambah gugup.
“Hmm tadi gua abis dari resepsinya Christy dan Louise.” merasa tidak cukup memberitahu info tersebut, Glo malah menambahkan, “eee sebenernya gua ngerasa aneh sih dandan kayak gini. Karena gua simple orangnya. Rasanya enggak nyaman nih, apalagi bagian ini.” Glo menunjuk bibir dengan lipstik merahnya dan sadar kalo hal itu membuat suasana menjadi aneh.
“Wah, mereka akhirnya nikah? Waktu cepat berlalu ya. Kalo Tere sendiri apa kabar?”
Sial. Kenapa gua harus bilang soal make up gua sih? Sesal Glo dalam batinnya.
“Iya, waktu cepat berlalu.” tiga kata yang membuat Glo semakin menyadari jika dirinya memang telah kehilangan Alex, “Tere baik-baik aja kok. Dia udah tunangan dan pernikahannya tahun depan.”
“Wah, sampaikan selamat dari gua untuk Tere ya! Hmm kalau lu sendiri gimana?” sekali lagi, Glo bertambah gugup bahkan detak jantungnya kini semakin terasa.
“Gua? Oh ya, gang depan jangan lupa belok kanan ya. Terus sampai ujung, belok kiri, rumah gua yang ketiga.” Sebisa mungkin Glo tidak menjawab pertanyaan Alex dan mereka telah sampai di depan rumah Glo.
“Lex, thanks banget ya untuk bantuan dan tumpangannya. Besok siang gua ambil mobilnya. Oh ya......”
“Oh iya apa?”
“Hmm enggak jadi. Gua masuk dulu ya. Hati-hati di jalan.”
“Oke. Sampai ketemu besok di bengkel ya.” sebelum keluar mobil, Alex segera menghentikan Glo,
“Glo, meskipun lu nggak nyaman sama warna lipstiknya, lu tetap kelihatan makin cantik kok. Gua senang bisa ketemu lu lagi ketika gua melihat sisi lain yang selama ini enggak pernah gua lihat dari diri lu.” Glo tersentak sekaligus tersanjung dengan pujian dan sikap tenang Alex. Sikap tenangnya yang dari dulu membantu Glo untuk bisa mengendalikan diri dalam situasi yang aneh, termasuk malam ini.

Glo duduk di depan cermin yang ada di kamarnya, dan masih berbunga-bunga berkat pujian Alex. Akhirnya ia merasa terpukau dengan wajahnya dan seperti sudah menyatu dengan make up yang masih menempel di wajahnya. Tiba-tiba Glo fokus selama beberapa menit ke warna lipstik yang menempel di bibirnya, sambil teringat pertemuannya dengan Alex. Glo pun membuyarkan pikirannya karena lupa memberikan kabar kepada Tere.
Ter, sorry ya lupa kabarin. Gua udah sampai rumah. Gua nyampenya telat soalnya mobil gua tadi mogok dan harus dibawa ke bengkel. Tadi ada orang baik yang bantuin. Besok siang gua ambil mobilnya di bengkel. Selamat istirahat yaa. Good night Glo belum ingin memberitahu identitas orang baik itu.
Astagaaaa pantes aja lu kabarinnya lama. Syukur deh kalo gitu. Good night ya... see you next time Tere ternyata belum tidur karena menunggu kabar dari Glo.
Akhirnya Glo segera membersihkan dan mencuci wajahnya dan ganti baju supaya bisa segera tidur. Ternyata pertemuannya dengan Alex masih terngiang-ngiang dan membuat Glo kesulitan untuk tidur.


Sumber foto: https://pixabay.com/en/lips-kiss-red-mouth-love-romance-310202/